Senin, 14 September 2009

Pengantar Perbandingan Mazhab


BAB I
Kajian Tentang Mazhab Dalam Hukum Islam
                                                                                                                     
A.    Pengertian Mazhab
Menurut Bahasa “mazhab” berasal dari shighah mashdar mimy (kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhi “dzahaba” yang berarti “pergi”[1]. Sementara menurut Huzaemah Tahido Yanggo bisa juga berarti al-ra’yu yang artinya “pendapat”[2].
Sedangkan secara terminologis pengertian mazhab menurut Huzaemah Tahido Yanggo,  adalah  pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam. Selanjutnya Imam Mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam.
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud mazhab meliputi dua pengertian
  1. Mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadis.
  2. Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari al-Qur’an dan hadis.
Dalam perkembangan mazhab-mazhab fiqih telah muncul banyak mazhab fiqih. Menurut Ahmad Satori Ismail[3],  para ahli sejarah fiqh telah berbeda pendapat sekitar bilangan mazhab-mazhab. Tidak ada kesepakatan para ahli sejarah fiqh mengenai berapa jumlah sesungguhnya mazhab-mazhab yang pernah ada. 
Namun dari begitu banyak mazhab yang pernah ada,  maka hanya beberapa mazhab saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Menurut M. Mustofa Imbabi, mazhab-mazhab yang masih bertahan sampai sekarang  hanya tujuh mazhab saja yaitu : mazhab hanafi, Maliki, Syafii, Hambali, Zaidiyah, Imamiyah dan Ibadiyah. Adapun mazhab-mazhab lainnya telah tiada[4].
Sementara Huzaemah Tahido Yanggo mengelompokkan mazhab-mazhab fiqih sebagai berikut[5].
1. Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah
  1. ahl al-Ra’yi
kelompok ini dikenal pula dengan Mazhab Hanafi
  1. ahl al-Hadis terdiri atas :
1. Mazhab Maliki
2. Mazhab Syafi’I
3. Mazhab Hambali
2. Syi’ah
  1. Syi’ah Zaidiyah
  2. Syi’ah Imamiyah
3. Khawarij
4. Mazhab-mazhab yang telah musnah
  1. Mazhab al-Auza’i
  2. Mazhab al-Zhahiry
  3. Mazhab al-Thabary
  4. Mazhab al-Laitsi
Pendapat lainnya juga diungkapkan oleh Thaha Jabir Fayald al-‘Ulwani.[6] beliau menjelaskan bahwa mazhab fiqh yang muncul setelah sahabat dan kibar al-Tabi’in berjumlah 13 aliran. Ketiga belas aliran ini berafiliasi dengan aliran ahlu Sunnah. Namun, tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar-dasar dan metode istinbat hukumnya.
Adapun di antara pendiri tiga belas aliran itu adalah sebagai berikut :
  1. Abu Sa’id al-Hasan ibn Yasar al-Bashri (w. 110 H.)
  2. Abu Hanifah al-Nu’man ibn Tsabit ibn Zuthi (w. 150 H.)
  3. Al-Auza’i Abu ‘Amr ‘Abd Rahman ibn ‘Amr ibn Muhammad ( w. 157 H.)
  4. Sufyan ibn Sa’id ibn Masruq al-Tsauri (w. 160 H.)
  5. Al-Laits ibn Sa’ad (w. 175 H.)
  6. Malik ibn Anas al-Bahi (w. 179 H.)
  7. Sufyan ibn Uyainah (w. 198 H.)
  8. Muhammad ibn Idris al-Syafi’i (w. 204 H.)
  9. Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal (w. 241 H.)
  10. Daud ibn ‘Ali al-Ashbahani al-Baghdadi (w. 270 H.)
  11. Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H.)
  12. Abu Tsaur Ibrahim ibn Khalid al-Kalabi (w. 240 H.)
  13. Ibnu Jarir at-Thabari
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mazhab-mazhab yang pernah ada dalam sejarah umat Islam sangat sulit untuk dipastikan berapa bilangannya, untuk itu guna mengetahui berbagai pandangan mazhab tentang berbagai masalah hukum Islam secara keseluruhan bukanlah persoalan mudah sebab harus mengkaji dan mencari setiap literatur berbagai pandangan mazhab-mazhab tersebut.
B.     Tujuan dan Manfaat Mempelajari Perbandingan Mazhab
1.      Untuk mempelajari pendapat-pendapat para Imam Mazhab, para Imam Mujtahid dalam berbagai masalah yang dipersellisihkan hukumnya serta dalil-dalil atau alasan yang dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara-cara istinbat hukum dari dalilnya oleh mereka.
Disebutkan dalam al-Qur’an sebagai berikut.
قل هذه سبيلى ادعو الى لله علي بصيرة انا ومن اتبعني وسبحان الله وما انا من المشركين (يوسف:     )
Katakanlah inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik (Q.S Yusuf: 108)
2.      Untuk mengetahui dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang digunakan setiap Imam mazhab (Imam mujtahid) dalam mengistinbat hukum dari dalilnya.
3.      Dengan memperhatikan landasan berfikir para Imam Mazhab, orang yang melakukan studi banding Mazhab dapat mengetahui, bahwa dasar-dasar mereka pada hakikatnya tidak keluar dari Nushus al-Qur’an dan Sunnah dengan perbedaan interprestasi.[7]
C.    Hukum Mengamalkan Hasil Muqaronah Mazahib
Sebagian Ulama Muta’akhirin berpendapat, bahwa mengamalkan hasil muqaranah akan mengakibatkan perpindahan mazhab atau talfiq dan tidak dibenarkan. Pendapat mereka ini dianggap lemah, karena tidak berdasarkan dalil yang kuat. Al-Qur’an dan Sunnah tidak melarang untuk pindah mazhab atau talfiq.
Orang yang enggan mengamalkan hukum dengan hasil muqaranah atau perbandingan, bagai orang yang enggan memakan buah yang lebih bergizi karena belum terbiasa, padahal ia membutuhkannya. Dalam kehidupan sekarang ini, masalah taklifi sudah tidak bisa dihindari lagi, karena secara realita sudah dilaksanakan, bahkan sudah melembaga dikalangan masyarakat, sekalipun mereka tidak menyadarinya. Misalnya telah lama dalam menetapkan berbagai ketentuan hukum, seperti mengenai waris dan wasiat, banyak keluar dari mazhab Hanafi, padahal Mesir adalah salah satu Negara yang menganut mazhab Abu Hanifah.
Di Indonesia sendiri, kebutuhan akan hal tersebut Nampak jelas, seperti terasa menyusun undang-undang perkawinan (UU. No. I/1974): antara lain mengambil ketentuan di luar mazhab Syafi’i, yakni mengenai batasan umur untuk menikah, 18 tahun untuk wanita dan 21 tahun untuk laki-laki. Undang-Undang tersebut tidak mengenal wali mudzkir yang dianut mazhab Syafi’i. demikian pula dalam hukum waris, misalnya warisan dzawil arham, bagian cucu dari harta kekayaan kakeknya dalam kasus si ayah meninggal lebih dahulu sebelum kakeknya, dalam kompilasi hukum islam disebutkan bahwa cucu tersebut dijadikan sebagai ahli waris pengganti.[8]
D.    Kewajiban Muqarin (pelaku Muqaranah)
Melakukan muqaranah (perbandingan) terhadap ijtihad atau pendapat para Imam Mazhab adalah suatu pekerjaan yang tidak mudah oleh sebab itu tidak semua orang dapat melakukannya, karean studi perbandingan ini akan menentukan sikap setelah menilai pendapat setiap mazhab, untuk mengambil pendapat mana yang lebih relevan dan lebih kuat argumentasinya.
Syarat-syarat muqarin :
1.      Memiliki sifat teliti dalam mengambil mazhab dari kitab fiqih mu’tabar dan benar-benar dikenal, bahwa pendapat itu memang benar pendapat Ashhab al-Mazhabib. Kemudian hendaknya mengambil dari pendapat mazhab tersebutyang terkuat dalilnya dan tidak mengambil yang lemah dalilnya supaya mudah menolaknya.
2.      Mengambil dan memilih dalil-dalil yang terkuat dari setiap mazhab serta tidak membatasi diri pada dalil-dalil yang lemah dan menyelesaikan suatu masalah.
3.       Memiliki pengetahuan tentang ushul dan kaidah yang dijadikan dasar oleh setiap mazhab dalam mengambil dan menentukan hukum.
4.      Mengetahui pendapat-pendapat ulama yang bertebaran dalam kitab-kitab fiqih disertai dalil-dalilnya dan harus pula mengetahui cara-cara mereka beristidlal dan dalil-dalil yang mereka jadikan pegangan.
5.      Hendaklah muqarin setelah mendiskusikan pendapat mazhab-mazhab tersebut dengan dalil-dalil yang terkuat, mentarjih salah satunya secara objektif.[9]
E.     Latar Belakang Timbulnya Mazhab dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Fiqih
Dikalangan jumhur pada masa ini muncul tiga belas mazhab yang berarti pula terlahir tiga belas mujtahid. Akan tetapi dari jumlah itu, ada sembilan Imam mazhab yang paling popular dan melembaga di kalangan jumhur umat islam dan pengikutnya. Pada periode inilah kelembagaan fiqih, berikut pembukuannya mulai dikondifikasikan secara baik, sehingga memungkinkan semakin berkembang pesat para pengikutnya yang semakin banyak dan kokoh. Mereka yang dikenal sebagai peletak ushul dan manhaj (metode) fiqih adalah:
1.      Imam Abu Sa’id al-Hasan bin Yasar al-Bashry (wafat 110 H.)
2.      Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabr bin Zauthy (wafat 150 H.)
3.      Imam Auza’iy Abu Amr Abd. Rahman bin ‘Amr bin Muhammad, (wafat 157 H)
4.      Imam Sufiyan bin Sa’id bin Masruq al-Tsaury (wafat 160 H)
5.      Imam al-Laits bin Sa’ad (wafat 175 H)
6.      Imam Malik bin Anas al-Ashbahy (wafat 179 H.)
7.      Imam Sufyan bin Uyainah (wafat 198 H.)
8.      Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’I (wafat 204)
9.      Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241)
Di samping berdampak positif, muncul dan perkembangannya mazhab itu juga menimbulkan dampak negatif.Setelah muculnya mazhab-mazhab dalam hukum islam dan hasil ijtihad para imam mazhab telah banyak dibukukan, ulama sesudahnya lebih cenderung untuk mencari dan menetapkan produk-produk izyihadhadiyah para mujtahid sebelumnya, meskipun sebagian dari hasil ijtihad mereka sudah berkurang atau tidak sesuai lagi dengan kondisi yang dihadapi ketika itu, lebih dari itu , sikap toleran si bermazhab pun semakin menipis dikalangan sesama pengikut mazhab fiqih yang ada.
Kemunduran fiqih isalm yang langsung sejak pertengahan abad ke-4 sampai-sampai akhir abd ke-13 Hijriyah ini sering disebut sebagai periode taqlid dan penutupan pintu ijtihad disebut demikian, kerena sikap dan paham yang mengikuti pendapat para ulama mujtahid sebelumnya dianggap sebagai tindakan yang lumrah, bahkan dipandang tepat.[10]
 BAB II
Penutup
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa perbedaan pendapat di kalangan umat Islam bukanlah suatu fenomena baru, tetapi semenjak masa Islam yang paling dini perbedaan pendapat itu sudah terjadi. Perbedaan terjadi adanya cirri dan pandangan yang berbeda dari setiap mazhab dalam memahami Islam sebagai kebenaran yang satu. Untuk itu kita umat Islam harus selalu bersikap terbuka dan arif dalam memendang serta memahami arti perbedaan, hingga sampai satu titik kesimpulan bahwa berbeda itu tidak identik dengan bertentangan – selama perbedaan itu bergerak menuju kebenaran – dan Islam adalah satu dalam keragaman.
Daftar Pustaka
Imbabi, M. Musthofa, Tarikh Tasyri’ al-Islami, Kairo : al-Maktabah al-tijariyyah al-kubro, Cet. IX, 1986
Yanggo, Huzaemah Tahido, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta : Logos, Cet. III, 2003.
Yunus, Mahmud,  Kamus Arab-Indonesia, Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1990.



[1] Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1990,  hal. 135
[2] Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta : Logos, Cet. III, 2003, hal. 71.
[3] Ahmad satori Ismail, op.cit, hal. 94
[4] M. Musthofa Imbabi, Tarikh Tasyri’ al-Islami, Kairo : al-Maktabah al-tijariyyah al-kubro, Cet. IX, hal. 140.
[5] Huzaemah Tahido Yanggo, op.cit, hal. 76
                                                [6]     Jaih Mubarok, op.cit., hal. 70-71
[7] Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta : Logos, Cet. III, 2003, hal. 86
[8] Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta : Logos, Cet. III, 2003, hal.90
[9] Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta : Logos, Cet. III, 2003, hal.84
73 [10] Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Jakarta : Logos, Cet. III, 2003, hal.

Minggu, 30 Agustus 2009


Jumat, 2009 Agustus 28


khatam Qur'an

اللّهمّ انس وحشتى في قبري. اللّهمّ ارحمني بالقران العظيم واجعله لي اماماوّّ نوراوّهدى وّرحمة. اللّهمّ ذكّرني منه ما نسيت وعلّمني منه ما جهلت وارزقني تلاوته اناءالليل واطراف النّهارواجعله لي حجة يّاربّ العلمين. امين
Alhamdulillah ya Allah... tepat malam rabu kemarin sepulang sholat tarawih khotam Qur'an, entah sudah yang keberapa, tapi rasa syukur ini insya Allah tak akan pernah terhenti dari lisan yang penuh dosa, tulus dari hati yang selalu sakit, mudah-mudahan dengan khotaman ini menjadi obat dari segala penyakit lahirian dan batiniah di bulan penuh rahmat. 
aq jadi ingat awal pertama khatam Qur'an kelas 2 SD, hehehe ...tradisi ngauduk pun dilaksanakan pada malam jum'at, wiiiiiihhhh...rasanya seneeeeeng banget bisa hatam qur'an, biasalah, namanya juga anak kecil,hehe...
dulu tuh waktu kecil seneng banget ngitungin khatam Qur'an, ampe khataman yang ke berapa tuh, lupa,pokoknya pas kelas 3 disuru lomba baca qur'an tingkat SD, wew...pesertanya ternyata kelas 5 keatas, dengan pedenya dibacalah qur'an itu di mimbar lomba, sampe akhirnya Alhamdulillah dapet juara harapan 1, yaw, walaupun harapan, seenggaknya senenglah...hehehe...
bisa dihitung pas keluar kelas 6 alhamdulillah khatam yang ke 4 x, tapi kesininya gag pernah ngitungin lagi, maklum udah tua, banyak pagawean jadi lupa deh, tapi khatam yang selanjutnya hanya Allah aja yang tau, yang laen gag usah tau, gue aja gag tau...
thank to Allah ...(^^,)

Rabu, 24 Juni 2009

anugerah terindah

wah...wah....sungguh anugerah terindah, jikalau cinta yang selama ini aku tanam dalam-dalam di dalam hati terbalas dengan ridhanya gusti Allah. jikalau dia jodohku. ku ingin surat arrahman sebagai maharku. jikalau dia jodohku ku ingin al-Qur'an dan sunnah sebagai syari'atku. jikalau dia jodohku ku ingin ka'bah menjadi saksiku. jikalau dia jodohku lautan kan bergema menyebut asma tuhanku, jikalau dia jodohku langit dan bumi kan bersujud pada tuhanku...
tapi, jikalau dia bukan jodohku, pertemukanlah aku pada lelaki setia pendamping hidup bahagia...
ini usiaku...
ini juga matiku...
lihatlah tuhan begitu sayang padaku...